Selasa, 04 Juli 2023

Pendampingan Masuk PTN




Penerima Beasiswa Santri Baznas di Pondok Pesantren Assa'adah Depok unit pendidikan MA Wahid Hasyim mengikuti pembinaan dan melaksanakan penandatanganan Surat Komitmen Masuk PTN.

Sebanyak 5 (Lima)  santri Pondok Pesantren Assa'adah Depok penerima beasiswa Persiapan Masuk Perguruan Tinggi Negeri dari Baznas telah mengikuti pembinaan dan penandatanganan surat komitmen bertempat di ruang Pelatihan BLK Yayasan Wahid Hasyim Annahdliyah (11/2/2023).

Pembinaan dan penandatanganan surat komitmen tersebut dihadiri dan disaksikan sejumlah dewan asatidz Pondok Pesantren Assa'adah Depok.

Kepala MA Wahid Hasyim Bpk. Triyono, A.Sy, M.Pd berpesan agar para santri menyukuri salah satu nikmat ini yaitu berupa berkesempatan mendapatkan Beasiswa Baznas yang sangat bermanfaat itu.

“Hendaklah kalian bersyukur memperoleh kesempatan Beasiswa Baznas ini, beasiswa yang diharapkan ribuan santri di luar sana. Salah satu wujud syukur kalian adalah harus berkomitmen menyiapkan diri dengan baik dan mengikuti segala aturan program beasiswa ini. Selain itu kalian harus punya target bisa masuk perguruan tinggi,” pesan Hj. Amma Khabibah dalam sambutannya.

Selain hal tersebut, Triyono  juga berpesan agar para santri setelah mendapatkan bimbingan dari program Beasiswa Baznas agar mengepkakkan sayapnya untuk berbagi ilmu kepada para santri alainnya. “Sehingga, kebermanfaatan beasiswa ini dapat dirasakan oleh banyak santri, tidak hanya 5 santri saja,” ujarnya.

Setelah acara pembinaan dan penandatanganan surat komitmen usai, HR Salamun Adiningrat, S.Pd fasilitator pengawalan beasiswa Baznas menyampaikan program dan strategi yang akan dilaksanakan bersama untuk sukses masuk PTN.

Dalam pemaparannya, ia mengajak agar selalu kompak dan bekomitmen mengikuri strategi dan program yang telah dirancang. “Mulai dari try out, bimbingan belajar, pendampingan pendaftaran,dan pendampingan pemilihan jurusan,” kata Triyono.
Continue reading Pendampingan Masuk PTN

Senin, 13 Februari 2023

KH. Ali Maksum

Pengasuh Pesantren Krapyak, Yogyakarta, Rais 'Am PBNU menggantikan kedudukan KH Bisyri Syansuri yang wafat pada 19 Jumadil Akhir 1400 H/25 April 1980 M. Dikukuhkan sebagai Rais “Am untuk Periode 1982-1984 melalui Munas Alim Ulama (1982) di Yogyakarta. Dilahirkan di Lasem, Rembang, Jawa Tengah, 2 Maret 1915. Ayahnya adalah KH Maksum (pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren al-Hidayah, Lasem) dan ibunya adalah Siti Nuriyah. 

Sejak kecil, Ali belajar agama pada sang ayah. Pada usia 12 tahun, setelah mempelajari beragam kitab termasuk menghafalkan Alfiyah Ibnu Malik, ia dikirim sang ayah untuk belajar di Pesantren Tremas, Pacitan, Jawa Timur, yang waktu itu diasuh oleh KH Dirnyati dan dilanjutkan KH Hamid Dimyati. Di Pesantren Tremas, meskipun bukan termasuk keluarga pesantren, Ali diperlakukan sebagai seorang Gus, hingga pada akhirnya ia pada 1932 bersama Gus Hamid Dimyati dapat meyakinkan KH Dimyati dan seluruh keluarga pesantren Tremas untuk menerapkan pengajaran dengan sistem madrasi (klasikal) serta memperkenalkan kitab-kitab baru. Harihari berikutnya muncul empat pembaru di Pesantren Tremas, yakni Gus Hamid Dimyati, Gus Rahmat Dimyati, Gus Muhammad bin Syaikh Mahfud (putra Syaikh Mahfud at-Tarmasi), dan Gus Ali Maksum. Atas kepeloporan tersebut, salah seorang murid Ali Maksum, Prof. Dr. H.A. Mukti Ali, Menteri Agama RI (19731978), mengatakan bahwa Ali Maksum merupakan pembaru pesantren karena memperjuangkan adanya kegiatan belajar yang bersifat madrasi dan memperkenalkan kitab-kitab baru yang sebelumnya tidak pernah diajarkan. Dari Tremas, Ali melanjutkan studi di Pekalongan, Jawa Tengah. la berguru kepada KH Den Rahmat, KH Amir, dan KH Dahlan (adik kandung Syaikh Machfud atTarmasi). Ia juga berguru ilmu falak kepada KH Sya'ban al-Falaki di Semarang. Pada 1938, KH Maksum menikahkan Ali dengan Hasyimah, putri dari KH Muhammad Munawir (pendiri dan pengasuh Pesantren Krapyak, Yogyakarta) yang merupakan teman KH Maksum. Tetapi, satu bulan setelah menikah, Ali berangkat ke Mekah untuk nyantri hingga beberapa tahun. Di Mekah, ia memperdalam bahasa Arab dan tafsir Al-Our'an. Di antara guru-gurunya adalah Sayyid Alwi al-Maliki, Syaikh Mufti al-Maliki, Syaikh Umar Hamdan, dan lain-lain. Pada 1944, Ali Maksum mulai dipanggil dengan sebutan “kiai”. Ia kemudian dibawa ke Krapyak untuk mengelola dan mengasuh Pesantren Krapyak sepeninggal Kiai Munawir. Kondisi pesantren waktu itu pada umumnya berada dalam kesulitan akibat kebijakan yang diterapkan Pemerintah Jepang yang sangat merugikan bangsa Indonesia. Kiai Ali Maksum terkenal sebagai ahli tafsir dan bahasa Arab, hingga orang memberinya julukan “Munjid Berjalan”. Al-Munjid adalah kamus bahasa Arab yang populer karya Louis Ma'luf (Beirut, Lebanon). Selain mengasuh Pesantren Krapyak, ia menjadi dosen luar biasa di bidang ilmu tafsir di IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. la juga penggagas Ash-Sharful Wadlih, kitab ilmu sharaf yang berbeda dengan ilmu sharaf dari Jombang. Kiai Ali Maksum memulai karier sebagai aktivis NU di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Ia pernah beberapa kali menduduki jabatan Rais Syuriyah PWNU DIY hingga mencapai puncak ketika terpilih sebagai Rais 'Am PBNU (19821984). Ia juga pernah menjabat sebagai anggota Konstituante mewakili NU DIY. Setelah menjabat Rais “Am, ia menjadi orang kedua dalam jajaran Mustasyar PBNU setelah KH As'ad Syamsul Arifin. Pada akhir 1989, atau beberapa minggu setelah menjadi tuan rumah Muktamar NU ke-27 di Krapyak, KH Ali Maksum wafat. Ia meninggalkan seorang istri (Ny. Hasyimah Ali) dan enam orang anak, yakni: KH Atabik Ali, KH Jirjis Ali, Hj Siti Hanifah, Hj Durrah Nafisah, H. Rifai Ali (Gus Kelik), dan Hj Ida Rufaida.

Sumber : NU Online 
Continue reading KH. Ali Maksum

Kamis, 05 Januari 2023

Madrasah Tidak Ada Dalam RUU Sisdiknas, Pakar Pendidikan Kritik Pemerintah

Madrasah Tidak Ada Dalam RUU Sisdiknas, Pakar Pendidikan Kritik Pemerintah

Jakarta - Kata madrasah tidak ditemukan dalam RUU Sisdiknas atau Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini menjadi sorotan para pakar pendidikan, karena madrasah adalah salah sarana pendidikan formal masyarakat.
"Alih-alih memperkuat integrasi sekolah dan madrasah, draf RUU Sisdiknas malah menghapus penyebutan madrasah," kata Ketua Himpunan Sekolah dan Madrasah Islam Nusantara (Hisminu), Arifin Junaidi, dikutip dari CNN Indonesia.

Arifin menilai, madrasah sebetulnya memiliki peran penting dalam sistem pendidikan. Namun, partisipasi madrasah di tengah pendidikan masyarakat selama ini terabaikan.


Kondisi inilah yang diperbaiki dalam UU Sisdiknas 2003 yang diterapkan saat ini. Madrasah dibuat selaras dengan sekolah dalam mendidik masyarakat. Sayangnya peran UU Sisdiknas dibatasi UU Pemda.

Senada dengan Arifin, kritik dilontarkan Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah. Dia khawatir madrasah yang tidak ada dalam RUU Sisdiknas akan menimbulkan masalah baru.

"Tidak adanya madrasah dalam Rancangan Undang-Undang Sisdiknas 2022 dikhawatirkan menimbulkan beberapa masalah," ujar Abdul.

Menurut Abdul, ada tiga masalah yang berisiko muncul jika madrasah luput dalam RUU Sisdiknas. Ketiganya adalah:

1. Dikotomi sistem pendidikan nasional

2. Kesenjangan mutu pendidikan

3. Masalah disintegrasi bangsa

RUU Sisdiknas memang tidak menyertakan madrasah. Draft ini hanya membahas pendidikan keagamaan yang tercantum dalam pasal 32 bab VI tentang jenis pendidikan.

"Pendidikan Keagamaan merupakan Pendidikan yang mempersiapkan pelajar untuk menguasai pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang menjadi landasan untuk menjadi ahli ilmu agama atau peranan lain yang memerlukan penguasaan ajaran agama," tulis RUU Sisdiknas.

Sebelum RUU Sisdiknas, madrasah diatur dalam UU Sisdiknas tahun 2003. Madrasah disebut bersamaan dengan SD dan SMP sesuai dengan jenjang kedua sekolah tersebut.

Continue reading Madrasah Tidak Ada Dalam RUU Sisdiknas, Pakar Pendidikan Kritik Pemerintah

Senin, 08 Agustus 2022

Sejarah Madrasah Aliyah di Indonesia



Sejarah Madrasah Aliyah, Tsanawiyah, Ibtidaiyah di Indonesia


Madrasah adalah satuan pendidikan dengan sejarah panjang, yang sudah berurat akar di Indonesia. Madrasah menjadi sorotan setelah frase ini tidak ditemukan dalam RUU Sisdiknas atau sistem pendidikan nasional.
Satuan pendidikan madrasah berada di bawah naungan Kementerian Agama, meski kurikulum dan pengajarannya diatur dalam sisdiknas. Dalam sejarahnya, madrasah pernah mengalami ketegangan, hingga terasing, dan nyaris dihapus dari pendidikan Indonesia


A. Sejarah madrasah di Indonesia
Madrasah yang berasal dari bahasa Arab merupakan Isim makna dari fi'il madhi darasa yaitu tempat duduk untuk belajar. Makna madrasah secara spesifik adalah wahana anak berlajar secara terarah, terpimpin, dan terkendali. Kata madrasah kemudian lebih populer sebagai sekolah.

Pada tahun 1906, madrasah paling pertama berdiri dengan nama Madrasah al-Madrsah al-Masriyah, Bukit Mertamajam, Seberang Prai. Madrasah disebut memberikan sistem pembelajaran dan pengajian yang lebih teratur untuk para jamaah.

Sistem pembelajaran madrasah juga berlangsung di gedung dan sarana yang lebih baik. Madrasah dibangun para tokoh Islam Indonesia yaitu Syed Sheikh al-Hadi, Syeikh Tahir Jalaluddin dan Syeikh Abdullah Magribi. Sejak saat itu madrasah terus berkembang di Indonesia.

B. Madrasah aliyah, tsanawiyah, ibtidaiyah
Saat ini, madrasah dikenal sebagi satuan pendidikan yang hampir sama dengan sekolah umum. Madrasah terdiri dari ibtidaiyah yang setara SD, tsanawiyah untuk SMP, dan aliyah bagi siswa SMA.

Pembagian madrasah tercantum dalam peraturan Menteri Agama nomor 1/1946 dan disempurnakan dengan aturan nomor 7/1952. Aturan juga mencantumkan pengertian madrasah sesuai fungsinya sebagai lembaga pendidikan formal di masyarakat.

"Madrasah adalah tempat pendidikan yang diatur sebagai sekolah dan membentuk pendidikan dan ilmu pengetahuan agama Islam menjadi pokok pengajaran," tulis aturan tersebut dalam buku Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia karya Haidir Putra Daulany.

Sebagai lembaga pendidikan dengan sejarah panjang, pemerintah memasukkan madrasah dalam Kementerian Agama untuk memperoleh perhatian dan bantuan yang lebih baik. Madrasah diharapkan memakai kurikulum yang tetap dan memasukkan pelajaran umum, selain agama Islam.

"Sehingga murid madrasah bisa memperoleh pendidikan umum, sama dengan murid di sekolah biasa. Menurut rencana pemerintahan, kurikulum yang diselenggarakan madrasah sepertiganya akan terdiri dari pelajaran agama," tulis repository mengutip buku Pesantren Madrasah Sekolah Pendidikan Islam Dalam Kurun Modern karya Kerel A Steenbrink.

Kebijakan ini dilanjutkan di masa orde baru dengan melakukan formalisasi dan strukturisasi madrasah. Formalisasi dilakukan dengan menjadikan madrasah negeri sesuai kriteria pemerintah. Lulusannya bisa mendapat pengakuan seperti sekolah umum.

"Para lulusan dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Formalisasi juga dilakukan dengan mengatur perumusan kurikulum sekolahan di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan," tulis repository mengutip buku Madrasah Sejarah dan Perkembangan karya Maksum.

Kebijakan dalam Keputusan Presiden nomor 34/1972 yang diperkuat dengan Instruksi Presiden nomor 15/1974 memperlihatkan ketegangan hubungan madrasah dengan pendidikan nasional. Saat itu, madrasah seperti diasingkan dari sisdiknas.

"Madrasah tidak saja diasingkan, tapi juga terdapat indikasi kuat dihapuskan. Reaksi umat Islam menuntut hak dan status yang lebih baik lagi bagi madrasah sebagai bagian dari sisdiknas, sehingga kedudukan dan orientasinya sama dengan sekolah," tulis repository.

Selanjutnya, madrasah kembali muncul dalam peraturan formal Indonesia. Peraturan Pemerintah nomor 28/1990 Bab III pasal 4 ayat (3) menjelaskan, sekolah dasar dan lanjutan tingkat pertama yang berciri khas Islam diselenggarakan Kementerian Agama.

Sekolah ini masing-masing disebut madrasah ibtidaiyah dan tsanawiyah. Berdasarkan diktum ini, lembaga pendidikan madrasah populer sebagai sekolah yang berciri khas agama Islam.


Sumber : https://apps.detik.com/detik/
Continue reading Sejarah Madrasah Aliyah di Indonesia

Selasa, 22 Maret 2022

SOROGAN KITAB

Sorogan Kitab adalah sistem menyetorkan bacaan kitab kosongan (tanpa makna) kepada guru secara langsung. Guru mengoreksi bacaan terkait kesesuaian dengan makna maupun nahwu shorofnya.

Murid dites dan ditanya-tanya seputar nahwu shorof dari lafadz yang dia baca. Jika sampai ada kesalahan, guru biasanya dengan tegas menegur dan mengedukasi si murid supaya lebih sungguh-sungguh lagi mutholaah kitabnya sebelum disetorkan bacanya.

Sorogan merupakan salah satu metode pembelajaran yang sudah tua dan lama turun-temurun dari para guru-guru sepuh terdahulu yang banyak menghasilkan ulama-ulama sholih dengan pemahaman yang mendalam.


Kontributor: M. Nur Sholihin, S. Pd. 
Continue reading SOROGAN KITAB